Pinjam Meminjam Dalam Islam
Memahami Akad
Pinjaman
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial
tidaklah lepas dari berhubungan dengan orang di sekitarnya. Dari hubungan
(interaksi) itulah manusia saling mengisi kebutuhan satu dengan lainnya. ada
yang butuh beras untuk dimasak, dia datang ke toko untuk membelinya.
Ada yang butuh pena
untuk menulis, dia bisa meminjam dari kawannya. Begitulah, manusia antara
satu dengan lainnya saling membutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya masing
masing. Setelah pada pelajaran sebelumnya kita belajar jual-beli, maka pada
pelajaran kali ini, kita akan mempelajari bagaimana pinjam-meminjam. Seperti
yang telah dipelajari, jual-beli diatur di dalam syariat Islam. Begitu pula
dengan pinjam-meminjam. Ada aturan-aturan yang ditetapkan dalam ajaran Islam.
Hal itu agar kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.
Pengertian
Akad Pinjam
Pinjam
dalam istilah fikih disebut (عَارِيَة). Pengertian pinjam secara
syariat adalah memperbolehkan orang lain
menggunakan suatu barang pinjaman tanpa mengharap imbalan dengan catatan
barangnya tidak akan habis ketika digunakan dan akan dikembalikan pada
waktunya.
Dari
pengertian pinjaman di atas, maka pinjaman berbeda dengan jual-beli, karena
jual- beli selain ada imbalan yang diminta, juga akan bisa langsung dimiliki
oleh pembeli. Sedangkan pinjaman tidak bisa dimiliki oleh peminjam, karena dia
berkewajiban mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya sesuai
kesepakatan.
Semua
benda yang bisa diambil manfaatnya dapat dipinjam atau dipinjamkan.
Peminjam berkewajiban untuk merawat dan selalu menjaga barang agar tidak
hilang ataupun rusak. Peminjam hanya dipebolehkan mengambil manfaat dari
barang yang dipinjam bukan untuk di pinjamkan lagi kepada orang lain, kecuali
sudah mendapatkan izin dari sang pemberi pinjaman.
Dalam
kehidupan sehari-hari pinjam meminjam pasti ada, disamping itu manfaat yang
dapat kita rasakan dari pinjam meminjam tersebut ialah dapat menjalin tali
silaturrahim, menumbuhkan rasa saling membutuhkan, saling menghormati,
dan saling mengasihi. Oleh karena itu, pinjam meminjam harus dilandasi dengan
semangat dan nilai-nilai ajaran Islam.
Ketika
melakukan pinjam meminjam suatu barang yang sangat berharga, dianjurkan untuk
dilakukan pencatatan. Hal itu agar tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan
di kemudian hari. Sering kita dengar di beritaa
ada orang yang menggelapkan pinjaman atau tidak mengembalikan barang.
Ketika melakukan pinjam meminjam suatu barang yang sangat berharga, dianjurkan untuk dilakukan pencatatan. Hal itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Sering kita dengar di berita ada orang yang menggelapkan pinjaman atau tidak mengembalikan barang pinjaman, karena tidak dicatat dengan baik.
Rukun Rukun dan Syarat-Syarat Pinjaman
Pinjaman memiliki beberapa rukun dan syarat sebagai berikut :
- Peminjam
Dalam
istilah fikih, peminjam disebut dengan musta’ir. Orang yang akan meminjam suatu
barang disyaratkan: 1) berakal, 2) tidak dipaksa, 3) baligh. Jika peminjam
tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka dia tidak bisa meminjam sesuatu
barang kepada orang lain.
- Orang yang meminjamkan
Orang yang akan meminjamkan barangnya kepada orang lain
disebut dengan mu’ir. Dia diharuskan memenuhi syarat-syarat berikut: 1)
berakal, 2) tidak dipaksa, 3) barang yang dipinjamkan adalah miliknya, bukan
punya orang lain, 4) baligh.
- Barang pinjaman
Barang pinjaman dalam istilah fikihnya disebut musta’ar.
Ketika akan meminjamkan sesuatu, maka barang tersebut disyaratkan:
1). Memiliki manfaat yang dibenarkan dalam
syariat, sehingga meminjamkan barang yang diharamkan tidak boleh dilakukan dan
hukumnya tidak sah.
2). Barangnya tidak habis ketika digunakan, karena
jika habis maka namanya adalah pemberian bukan peminjaman. Misalnya meminjamkan
permen untuk dimakan oleh temannya. Permen tersebut ketika dimakan akan habis
dan tidak bisa dikembalikan, maka itu bukanlah suatu peminjaman, melainkan
pemberian.
Akad
Atau Transaksi Pinjaman
Peminjaman
sesuatu tentu perlu ada dialog akad, yaitu kata-kata yang menunjukkan bahwa dia
akan meminjam sesuatu. Ini dalam istilah fikih disebut dengan sighat, baik
secara tertulis atau diucapkan.
Sighat
berisi ijab dan qabul. Ijab artinya ucapan dari orang akan pinjam, sedangkan
qabul artinya ucapan dari orang yang meminjamkan. Sighat ini disyaratkan harus
dipahami oleh kedua belah pihak.
Dalam
pinjaman, diperbolehkan untuk membatasinya dengan waktu atau tidak. Contoh
meminjamkan selama dua hari, maka peminjam diharuskan mengembalikan ketika
sudah dua hari. Jika dia ingin menambah peminjamannya, maka diharuskan meminjam
kembali kepada pemilik. Hal seperti itu sering kita jumpai ketika akan meminjam
buku di perpustakaan.
Hukum Pinjaman
Hukum meminjamkan sesuatu pada asalnya adalah boleh. Dan
jika pada peminjaman tersebut mengadung unsur kebaikan, maka hukumnya juga
menjadi baik atau sunah. Karena membantu kebaikan, juga dianggap sebagai
kebaikan.
Meminjamkan
sesuatu bisa berubah menjadi wajib jika sangat mendesak. Misalnya meminjamkan
mobil karena untuk menolong orang yang sedang kecelakaan, dan tidak ada mobil lain
yang dapat dipinjam. Misalnya pula meminjamkan pakaian untuk shalat, dan tidak
ada pakaian lagi yang dapat dipinjam, maka hukumnya juga wajib.
Sedangkan
bila peminjaman barang itu bertujuan pada suatu yang buruk, maka hukumnya
adalah haram. Contohnya meminjamkan pisau kepada penjahat untuk membegal. Maka
orang yang meminjamkan pisau juga terkena dosa dan hukumnya haram. Karena
itulah, kita harus berhati-hati jika meminjamkan sesuatu, apalagi jika bisa
digunakan untuk sesuatu yang buruk.
Allah
swt berfirman yang berbunyi:
Artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Ma’idah 5:2)
Kewajiban Peminjam
Seorang
peminjam barang milik orang lain, tidak boleh menggunakannya semena-mena.
Tetapi harus juga memperhatikan cara penggunaan barang tersebut. Hal itu karena
barang yang ia pakai adalah milik orang lain, bukan miliknya sendiri. Sedangkan
saat itu, dia hanya memiliki wewenang untuk memakainya saja. Karena itu, orang
yang meminjam sesuatu harus:
- Wajib mengganti jika barang rusak. Memanfaatkan barang pinjaman sesuai dengan perjanjian. Karena itulah, peminjam tidak boleh melanggar perjanjiannya, karena jika sampai rusak, maka dia wajib mengganti barang yang dia pinjam.
- Tidak meminjamkan barang pinjaman pada orang lain, kecuali mendapat izin dari pemiliknya.
- Menjaga barang pinjaman dengan baik.