Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Benarkah Ilmu Nahwu & Sorrof Tidak Bisa Di Pisahkan ?







 Benarkah Ilmu Nahwu & Sorrof Tidak Bisa Di Pisahkan ?
















Ilmu Nahwu adalah ayah-nya ilmu, sedangkan ilmu Shorof sebagai
ibu-nya, ketika keduanya dipadukan, maka akan tumbuh ilmu-ilmu yang lain
karena-nya, sebagaimana perpaduan ayah dan ibu, mereka menghasilkan seorang
anak. Ilmu nahwu dan shorof merupakan dua ilmu yang tidak bisa dipisahkan,
sebab tanpa salah satunya maka tidak akan bisa menghasilkan sesuatu (ilmu yang
lain) dengan sempurna. Kedua ilmu tersebut diistilahkan dengan ilmu alat,
dengan alat kita bisa membikin sesuatu dengan wujud sempurna.





Seseorang ketika hanya ahli dalam bidang Nahwu, maka sangat mungkin ia
akan melakukan kesalahan dalam memahami kalam arab.


Kami
contohkan:


مَنْ قَالَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ بَطَلَ وُضُوْؤُهُ


Bagi seseorang yang hanya paham dalam ilmu nahwu, maka ia akan
menterjemahkan contoh tersebut demikian “Siapa
saja  berbicara di bawah pohon, maka
batal wudlu-nya".
Ini
pemahaman yang sangat keliru, sebab tidak ada keterangan dalam kitab-kitab
fiqih bahwa berbicara di bawah pohon dapat membatalkan wudlu. Tetapi bagi orang
yang paham akan ilmu Nahwu dan Shorof, ia menterjemahkan-nya demikian “Barang siapa qoilulah (tidur tengah hari), maka batal
wudlu-nya"
. Penjelasan
seperti ini
sesuai dengan keterangan dalam fiqih, lafadz dalam
contoh tersebut ialah fi’il bina' ajwaf ya’i bukan ajwaf wawi, bukan 
قَالَ يَقُوْلُ قَوْلاً (berarti
berkata),
akan
tetapi
 قَالَ يَقِيْلُ قَيْلاً/قَيْلُوْلَةً (berarti tidur tengah
hari/siang hari).





Begitu juga bagi orang yang hanya ahli dalam ilmu Shorrof, dia juga besar
kemungkinan akan salah dalam memahami kalam Arab.


 Kami contohkan:


مَنْ تَوَضَّأَ بِبَوْلِ كَلْبٍ صَحَّ وُضُوْؤُهُ


Bagi seseorang yang hanya paham ilmu Shorof, maka ia akan menterjemah contoh
tersebut demikian “Barang siapa berwudlu
dengan air kencing anjing, maka sah wudlu-nya". Ini pemahaman yang sangat keliru, sebab
tidak ada keterangan dalam fiqih bahwa
air kencing anjing bisa digunakan
untuk berwudlu. Tetapi bagi
orang yang paham akan ilmu Nahwu dan
Shorof, maka ia akan
menterjemahkan-nya demikian "Barang siapa telah berwudlu, lalu bertemu (tidak bertemelan) dengan air kencing anjing, maka wudlunya
tetap
sah/tidak
batal”.
Pemahaman seperti ini sesuai dengan keterangan dalam fan
fiqih. Huruf jarr ba' disitu berfaidah
ilshoq (bertemu), bukan berfaidah isti'anah
(minta bantuan/bahwa lafadz setelah
ba' dijadikan alat untuk berwudlu).


 



Dari situ jelaslah, bahwa ilnu nahwu dan shorof merupakan dua ilmu yang tidak bisa
dipisahkan, berguna untuk menghindari dari
keliru dalam mengartikan
atau memahami sebuah kalam Arab.
Maka dari itu kuasailah kedua ilmu
tersebut (ilmu alat),
niscaya kalian akan menjadi orang
yang mahir dala
m bidang ilmu.




Ada sebuah
maqolah:


مَنْ تَبَرَّحَ
عِلْمًا وَاحِدًا تَبَرَّحَ جَمِيْعَ الْعُلُوْمِ "علم الة"


"Barang siapa menguasai satu cabang ilmu (yakni ilmu alat),
maka
ia juga akan menguasai ilmu-ilmu yang
lain"



Imam Kisa'i berpesan kepada murid-muridnya "Bahwa dengan menguasai nahwu dan shorof
saja, sebenarnya sudah cukup"
meskipun tidak mempelajari
disiplin ilmu yang lain. Berikut ini


maqolah
beliau:


مَنْ تَبَحَّرَ فِي عْلْمٍ اِهْتَدَی بِهِ إِلىَ
سَائِرِ الْعُلُوْمِ


Barang siapa menguasai satu di siplin
ilmu, maka ia akan mendapat
petunjuk untuk mencapai ilmu-ilmu
yang lain
.




Abu Yusuf, santri imam Abu Hanifah, mewakili kelompok fuqoha' sangat jengkel dan penasaran pada “jargon-jargon” yang sering dilontarkan oleh imam Kisa'i ini. Dalam sebuah pertemuan suatu ketika Abu Yusuf berjumpa dengan imam Kisa'i. kesempatan ini digunakan oleh Abu Yusuf untuk menanyakan masalah fiqih yang cukup sulit degan tujuan untuk menguji kebenaran maqolahnya.




Berkata Abu
Yusuf : Selamat datang wahai imam Kisa'i,
imam orang Kufah. Aku
sering mendengar maqolahmu, yang
menurutmu dengan menguasi satu
disiplin ilmu, berarti juga
menguasai ilmu-ilmu yang lain, aku
ingin tahu apakah engkau jugamenguasai fiqih?





Silahkan
bertanya apa saja tentang fiqih, “bukankah engkau
terkenal sebagai imamnya
para fuqoha?
Sahut imam Kisa'i dengan enteng.





            Begini
pertanyaanku, kata abu yusuf. “jika ada orang yang lupa melakukan sujud
sahwi sampai tiga kali, apakah masih disunnahkan sujud sahwi lagi karena lupa
itu?”,
dengan suara mantap imam Kisa’i menjawab “Menurutku tidak! Karena
menurut kaidah nahwu
اَلْمُصَغَّرُ لَا تُصَغَّرُ (sesuatu yang sudah
ditashghir tidak boleh ditashghir lagi. Seperti lafad
دِرْهَمٌ ketika ditashghir menjadi دُرَيْهِمٌ dengan menambahkan ya’. Setelah menjadi دُرَيْهِمٌ maka tidak boleh di tashghir lagi
dengan menambah ya’ yang lain”.





Imam Abu Yusuf dibuat kagum dengan jawaban imam Kisa’i
ini. Sungguh tepat jawaban-nya dan tidak menyimpang dari pendapatnya fuoha’.
Nampaknya benar kata pribahasa. “Tidak ada rotan akar-pun jadi-tidak ada fiqih
nahwu pun jadi”.

 




Posting Komentar untuk "Benarkah Ilmu Nahwu & Sorrof Tidak Bisa Di Pisahkan ?"