Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Hadis Menurut Beberapa Ulama


NGAJISALAFY.com - Hadist menurut bahasa (etimologi), berarti khabar dan jadid. Khabar artinya “berita” seperti berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Jadid, artinya “baru”, lawan dari qadim, yang berarti “lama”.

Sedangkan pengertian hadist menurut istilah (terminologi) para ulama berbeda pendapat ialah sebagai berikut: 
  • Ulama hadits pada umumnya menyatakan, bahwa hadits adalah segala ucapan, perkataan, taqrir (pengakuan) dan keadaan Nabi.
  • Ulama ushul fiqh mengatakan bahwa hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi, yang berkaitan dengan hukum.
  • Sebagian ulama, seperti al-Thibbi menyatakan bahwa hadits adalah perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi, perkataan, perbuatan dan taqrir Sahabat, perkataan, perbuatan dan taqrir Tabi'in.
  • 'Abd al-Wahhab Ibn Shubhi dalam Matn al-Jami' al- Jawami' menyatakan bahwa: hadits adalah segala perkataan dan perbuatan Nabi saw.
Menurut al-'Allamah al-Bannani dalam hasyiah-nya Syams al-Din al-Mahalli, bahwa tidak dimasukkan kata-kata taqrir oleh Ibn Shubhi dalam definisi hadîts tersebut adalah dimaksudkan untuk menghindari terjadinya susunan definisi yang ghayr mani', non-eksklusif.

Di samping itu, taqrir telah masuk dalam kategori perbuatan, sebab kaidah menyatakan bahwa tidak ada beban hukum, kecuali dalam bentuk perbuatan. Dengan demikian, pendapat Ibn Shubhi tersebut tidaklah mengingkari adanya taqrir Nabi sebagai salah satu bentuk hadits. 

Sementara itu, sebab terjadinya perbedaan para Muhadditsin dalam mendefinisikan hadits adalah karena obyek peninjauan mereka juga berbeda-beda pula.

A. Ahli Hadis

Obyek peninjauan ahli hadits adalah pribadi Rasul yang dijadikan sebagai teladan utama bagi umat. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berasal dari Nabi baik berupa biografinya, akhlaknya, beritanya, perkataan dan perbua-tannya, baik yang ada hubungannya dengan hukum atau tidak, dikategorikan sebagai hadits.

b. Ahli Ushul

Obyek peninjauan mereka adalah pribadi Nabi sebagai pengatur undang-undang dan menciptakan dasar-dasar ijtihad bagi para mujtahid, yang datang sesudahnya, menjelaskan kepada umat manusia tentang aturan hidup, yang oleh karena itu membatasi diri dengan hal-hal yang bersangkut paut dengan hukum saja.

c. Fuqaha' (Ahli fikih)

Obyek peninjauannya adalah pribadi Nabi sebagai seorang yang seluruh perbuatannya, atau seluruh
perkataannya menunjuk kepada sesuatu hukum Syari'. Oleh karena itu, mereka membahas tentang hukum wajib, haram, makruh dan sebagainya.

Sehubungan dengan istilah yang dikemukakan oleh ulama hadits di atas, maka menurut Dr. Muhammad Abdul Rauf, yang termasuk kategori hadîts adalah sebagai berikut:
  1. Sifat-sifat Nabi yang diriwayatkan oleh para Sahabat.
  2. Perbuatan dan akhlak Nabi yang diriwayatkan oleh para Sahabat.
  3. Perbuatan para Sahabat di hadapan Nabi yang dibiarkannya, dan tidak dicegahnya, disebut taqrîr.
  4. Timbulnya berbagai pendapat Sahabat di depan Nabi, lalu beliau mengemukakan pendapatnya sendiri, atau mengakui salah satu pendapat Sahabat itu.
  5. Sabda Nabi yang keluar dari lisan beliau sendiri.
  6. Firman Allah selain al-Qur'ân yang disampaikan oleh Nabi, yang dinamakan Hadits Qudsî.
  7. Surat-surat yang dikirimkan Nabi, baik yang dikirim kepada pada Sahabat yang bertugas di daerah, maupun yang dikirim kepada pihak-pihak di luar Islam.
Berdasarkan hal-hal yang termasuk kategori Hadits menurut Dr. Muhammad Abdul Rauf tersebut, maka unsur-unsur yang terdapat di dalam pengertian hadîts dapat disimpulkan menjadi 4 kategori:

1. Perkataaan

Yang dimaksud dengan perkataan Nabi adalah sesuatu yang pernah diucapkan oleh beliau yang bersangkut paut dengan syara', mengandung hukum, akhlak, pendidikan dan sebagainya. Contoh perkataan Nabi yang mengandung hukum:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ عنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:  إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Dari Umar Bin Khattab RA berkata, saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: bahwasannya telah dikatakan amal itu hanya yang disertai dengan niat dan bahwasannya setiap orang hanya akan memperoleh pahala amalnya sesuai dengan apa yang diniatkannya." (H. R. Bukhari dan Muslim).

Perkataan ini menetapkan suatu hukum, bahwa tidak sah segala amal menurut syara' jika tidak disertai dengan niat.
Contoh perkataan Nabi yang mengandung akhlak.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لاَ إِيْـمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَـةَ لَهُ، وَلاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ طُهْرَ لَهُ. (رواه الطبراني)
"Dari Ibn 'Umar r.a. berkata, bersabda Rasulullah SAW: tidak ada iman bagi seseorang yang tidak ada amanah baginya, dan tidak ada shalat bagi seseorang yang tidak ada kesucian baginya." (H.R. al-Thabrani)

Contoh perkataan Nabi yang mengandung pendidikan:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا،  وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المَضَاجِعِ. (رواه الترميزي)
"Dari Ibn 'Umar r.a. berkata: bersabda Rasulullah saw. perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka setelah mencapai umur sepuluh tahun kalau masih belum juga melaksanakan shalat, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (H.R. Turmudzi)

Hadits Nabi ini menunjukkan bahwa anak-anak sebelum sampai menjalankan kewajiban agama, terlebih dahulu harus dididik dan dibiasakan mengerjakannya, agar kewajiban-kewajiban tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya apabila telah tiba waktunya. Demikianlah perkataan Nabi tersebut di atas mengandung pendidikan yang sangat tinggi.

b. Perbuatan

Yang dimaksud dengan perbuatan Nabi adalah perbuatan yang pernah beliau kerjakan yang mengandung syara', adakalanya perbuatan beliau tersebut merupakan penjelasan praktis terhadap ketentuan-ketentuan atau perbuatan-perbuatan syara' yang belum jelas cara pelaksa-naannnya.

Contoh hadits perbuatan adalah cara bersembah yang sunnah di atas kendaraan yang sedang berjalan. Hal ini telah dikerjakan oleh Nabi dihadapan para Sahabatnya. Riwayat yang menceriterakan peristiwa tersebut adalah sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يُصلِّي عَلىَ رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهتْ بِهِ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيْضَةَ نزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ. (رواه البخار ومسلم)
"Dari Jabir r.a. berkata: Bahwa Rasulullah saw pernah melaksanakan shalat di atas kendaraannya di mana kendaraan itu menghadap, dan apabila beliau hendak melaksanakan shalat fardu, beliau turun dari kendaraanya dan menghadap kiblat." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Di antara perbuatan Nabi itu ada yang tidak disyariatkan kepada kita untuk mengikutinya, oleh karena hal tersebut merupakan pengecualian dari keseluruhan perbuatannya atau ada nash yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah khusus untuk Nabi dan tidak untuk umatnya.

Perbuatan-perbuatan tersebut antara lain sebagai berikut: sebagian perbuatan beliau yang ditunjuk oleh suatu dalil yang khas, yang menegaskan bahwa perbuatan tersebut khusus untuk Nabi. Misalnya, tindakan beliau atas dispensasi dari Tuhan, boleh mengawini wanita yang datang menawarkan diri kepadanya tanpa mahar (maskawin). Kasus ini dijelaskan dalam QS. al-Ahzab ayat 50:
وَامْرَاَةً مُّؤْمِنَةً اِنْ وَّهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ اِنْ اَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَّسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَّكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَۗ
"Dan kami halalkan pula seseorang wanita muslim yang menyerahkan dirinya kepada Nabi, kalau Nabi mau mengawininya tanpa mahar, sebagai kekhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin."

Sebagian tindakan beliau adalah berdasarkan kebijaksanaan yang semata-mata bertalian dengan persoalan keduniawian seperti pertanian, taktik dan strategi perang.
Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:

1) Di bidang pertanian
Pada suatu hari Rasulullah kedatangan seorang Sahabat yang berhasil menyuburkan pohon korma. Dia minta penjelasan kepada Nabi, maka beliau menjawab:
 عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهِ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْتُمْ اَعْلَمُ بِأُمُوْرِ دُنْيَاكُمْ. (رواه البخاري ومسلم)
"Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian." (H.R. al-Bukhârî dan Muslim)

2) Di bidang taktik dan strategi peperangan
Pada waktu perang Badar berkecamuk, Nabi menempatkan suatu pasukan tentara di suatu tempat, kemudian ada seorang Sahabat yang menanyakan kepada beliau, apakah penempatan itu atas petunjuk dari Tuhan? Ataukah hanya semata-mata pendapat dansiasat beliau? Nabi menjawab, bahwa tindakan tersebut hanya semata-mata menurut pendapat dan siasat saya saja. Pada akhirnya atas usul Sahabat tersebut, pasukan tentara dipindahkan ke tempat lain yang dianggap lebih strategis.

Sebagian perbuatan beliau sebagai seorang manusia biasa, apabila memberi petunjuk tentang tata cara tertentu seperti tata cara berpakaian, tata cara minum dan sebagainya, maka menurut pendapat yang lebih baik, dianggap sebagai Sunnah.

c. Taqrir

Yang dimaksud dengan taqrir Nabi adalah keadaan beliau mendiamkan tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui yang telah dilakukan oleh Sahabatnya. Misalnya Nabi telah membiarkan Khâlid bin Walîd makan daging biawak, sedang beliau sendiri tidak memakannya, karena tidak senang dengan daging biawak tersebut. Antara lain beliau bersabda:
"Maafkan, berhubung binatang itu tidak ada dikampung kaumku, maka aku jijik padanya, berkata Khálid: Aku segera memotongnya lalu memakannya dan Rasulullah melihat padaku." (HR. al-Bukhari).
عَنِ الْبَرَّاءِ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلاَ بِالْقَصِيْرِ. (رواه البخار ومسلم)
"Al-Barra' bin al-Azib r.a berkata: adalah Rasulullah SAW. sebaik-baik manusia mengenai parasnya dan bentuk tubuhnya.Beliau bukanlah orang yang jangkung dan bukan pula orang pendek." (HR. Bukhari dan Muslim).

Sumber:
Sulaiman Noor, "Antologi Ilmu Hadis", hal. 1-8

Posting Komentar untuk "Pengertian Hadis Menurut Beberapa Ulama"