Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Perkembangan Hadist dari Masa ke Masa

NGAJISALAFY.com - Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadist dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memperhatikan masa yang telah dilalui hadist sejak masa timbulnya  atau lahirnya di zaman Nabi Saw. Meneliti dan membina hadist, serta segala hal yang memengaruhi hadist tersebut. Para ulama' Muhaditsin membagi sejarah hadits dalam beberapa periode. Adapun para ulama' penulis sejarah hadits berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadits. Ada yang membagi tiga periode, lima periode, dan tujuh periode. Pada pembahasan ini kami akan memaparkan 3 priode hadist dari masa ke masa.
Perkembangan Hadist pada Masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin dan tabi'in

Inilah Sejarah Perkembangan Hadist dari Masa ke Masa

Periode Pertama: Perkembangnan Hadits pada Masa Rasulullah SAW.

Periode ini disebut 'Ashr al-Wahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadits lahir berupa sabda (aqwal), af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan al-Qur'an untuk menegakkan syariat Islam dan pembentukan masyarakat Islam.

Para sahabat menerima hadits secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat nabi Muhammad SAW memberi ceramah, pengajian, khutbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh nabi Muhammad SAW ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada nabi Muhammad SAW.

Pada masa nabi Muhammad SAW kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, akhirnya nabi Muhammad SAW menekankan untuk menghafal, memahami, memelihara, mematerikan dan memantapkan hadits dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.

Tidak ditulisnya hadits secara resmi pada masa nabi Muhammad SAW, bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadits. Dalam sejarah penulis hadits terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadits, diantaranya:
  1. Abdullah ibn Amr ibn 'Ash, shahifahnya disebut Ash-Shadiqah.
  2. Ali ibn Abi Thalib, penulis hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain.
  3. Anas ibn Malik.
Di samping itu, ketika nabi Muhammad SAW menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan pemberitahuan, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah Islamiyah kepada para raja dan kabilah, baik di timur, utara, dan barat. surat-surat tersebut merupakan koleksi hadits juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa nabi Muhammad SAW telah dilakukan penulisan hadits di kalangan sahabat.

Periode Kedua: Perkembangan Hadits pada Masa Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H - 40 H)

Periode ini disebut 'Ashr At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). nabi Muhammad SAW wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu al-Qur'an dan Hadits (As-Sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.

Pada masa khalifah Abu Bakar dan khalifah Umar, periwayatan hadits tersebar secara terbatas. penulisan hadits pun terbatas dan belum dilakukan secara rersmi. Bahkan, pada masa itu, khalifah Umar melarang para sahabat untuk banyak meriwayatkan hadits, dan sebaliknya khalifah Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebar luaskan al-Qur'an. Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadits, yakni:
  1. Dengan lafadz asli, yakni menurut lafadz yang mereka terima dari nabi Muhammad SAW serta mereka hafal benar lafadz dari Nabi SAW. 
  2. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hafal lafadz asli dari nabi Muhammad SAW. Pada masa ini, Khalifah Umar memiliki gagasan untuk membuktikan hadits, namun maksud tersebut diurungkan setelah beliau melakukan sholat istikharah.
Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin.

Periode ini disebut 'Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadits). Pada masa ini daerah Islam sudah meluas, yakni ke negri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu Hadits.

Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadits-hadits nabi Muhammad SAW diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadits kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadits kepelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawanan untuk mencari hadits pun menjadi ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadits, kemudian muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (centrum perkembangan) hadits berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan hadits yang banyak menerima, menghafal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadits adalah:
  • Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374 hadits, sedangkan menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364.
  • Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadits.
  • Aisyah, istri Rosulullah SAW. meriwayatkan 2.276 hadits.
  • Abdullah Ibn Abbas meriwayatkan 1.660 hadits.
  • Jabir Ibn Abdullah meriwayatkan 1.540 hadits.
  • Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadits.
Adapun lembaga-lembaga hadits yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadits terdapat di:
  • Madinah, dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah, 'Aisyah, Ibn Umar, Sa'id Al-Khudri, Zaid Ibn Tsabit (dari kalangan sahabat), 'Urwah, Sa'id Az-Zuhri, Abdullah Ibn Umar, Al-Qosim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar, Nafi', Abu Bakar Ibn Abd Ar-Rahman Ibn Hisyam, dan Abu Zinad (dari kalangan tabiin).
  • Makkah, dengan tokoh-tokohnya: Ali, Abdullah Ibn Mas'ud, Sa'ad Ibn Abi Waqas, Sa'id Ibn Zaid, Khabbah Ibn Al-Arat, Salman Al-Farisi, Abu Juhaifah (sahabat), Masruq, Ubaididah, Al-Aswad, Syuraih, Ibrahim, Sa'id Ibn Jubair, Amir Ibn Syurahil, Asy-Sya'bi (tabiin).
  • Bashrah, dengan tokoh-tokohnya: Anas Ibn Malik, 'Utbah, Imran Ibn Husain, Abu Barzah, Ma'qil Ibn Yasar, Abu Bakrah, Abd Ar-Rahman Ibn Sumirah, Abdullah Ibn syikhkhir, Jariyah Ibn Qudamah (sahabat), Abu al-Aliyah, Rafi' Ibn Mihram Al-Riyahi, Al-Hasan Al-Bishri, Muhammad Ibn sirin, Abu Sya'tsa, Jabir Ibn Zaid, Qatadah, Mutharraf Ibn 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Abu Bardah Raja' Ibn Abi Musa (tabiin).
  • Syam, dengan tokoh-tokohnya: Mu'adz Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit, Abu Darda (sahabat), Abu Idris Al-Khaulani, Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja' Ibn Haiwah (tabiin).
  • Mesir, dengan tokoh-tokohnya: Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amir, Kharijah Ibn Hudzaifah, Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad al-Khair, Martsad al-Yaziri, Yazid Ibn Abi Habib (tabi'in).
Pada priode ke 3 ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan Ali ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan syi'ah. Kedua, golongan Khuwarij  (kelompok yang menentang Ali), dan golongan Mu'awiyyah. Dan ke tiga, golongan Jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).

Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. Untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadits palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.



Posting Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Hadist dari Masa ke Masa"