Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjelang Ajal, Seorang Pendosa di Zaman Nabi Musa Menjadi Kekasih Allah

Ilustrasi. (Foto: Freepik/image by freepik)
Ngajisalafy.com - Nabi Musa as. pernah dibuat bingung oleh seorang pemuda pendosa yang menjadi kekasih Allah Swt. menjelang kematiannya.

Padahal, masyarakat setempat menganggap orang tersebut sebagai ahli maksiat. Bahkan, ia dikucilkan hingga akhir hidupnya.

Akan tetapi, ketentuan ada dalam kekuasaan Allah. Termasuk perkara seorang pendosa yang menjadi kekasih Allah menjelang akhir hayatnya.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang telah banyak berbuat maksiat namun selalu mengharap belas kasih Allah, lebih dekat kapada Allah daripada seseorang yang tekun beribadah tapi berputus asa dari belas Masih-Nya.”

Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfuri menceritakan dalam kitabnya mengenai kisah yang berkaitan dengan hadis di atas. 

Pada masa Nabi Musa as., terdapat seorang lelaki pendosa meninggal dunia. Karena kelakuan buruk semasa hidupnya, masyarakat enggan memandikan, mengafani, dan memakamkan mayat tersebut. Mereka pun menyeret dan melemparnya ke tempat pembuangan sampah (TPS).

Namun begitu, Allah Swt. berfirman kepada Musa as., “Wahai Musa, ada seseorang meninggal di kampung si fulan (nama disamarkan). Sekarang mayatnya ada di tempat sampah. Sungguh, orang itu merupakan salah satu dari kekasih-Ku. Namun, masyarakat setempat tidak mau memandikan, mengafani, dan memakamkannya. Pergilah ke kampung itu lalu mandikan, kafani, shalati, dan makamkanlah orang itu dengan baik!”

Nabi Musa pun mendatangi kampung tersebut. Sesampainya di kampung itu, Ia menanyakan ke penduduk setempat perihal mayat yang dibuang ke TPS. Namun, mereka menjawab, “Ia benar-benar buruk perilakunya.”

“Di mana mayatnya sekarang,” tanya Nabi Musa. “Sungguh, Allah mewahyukan kepadaku ihwal orang itu. Tunjukkan padaku di mana mayatnya sekarang?"

Mendengar hal itu, mereka lantas mengantarnya ke tempat mayat dibuang. Saat melihat mayatnya tergeletak dan orang-orang menceritakan tingkah laku buruk si mayat semasa hidupnya, Musa as. pun mengadu kepada Allah Swt. 

“Wahai, Tuhanku. Mengapa Engkau memerintahku agar menyalati dan memakamkan mayat ini, sementara kaumnya bersaksi atas keburukannya? Sungguh, Engkau lebih mengetahui daripada orang-orang itu siapa yang pantas menerima pujian dan celaan,” tutur salah satu nabi bangsa Israel itu.

Di sini, Allah Swt. memberi tahu alasan mengapa mayat itu menjadi kekasih-Nya meskipun memiliki riwayat jelek sebelumnya.

“Wahai, Musa. Orang-orang itu memang benar terkait yang mereka ceritakan tentang keburukan orang itu,” kata-Nya kepada Musa. “Namun, beberapa saat sebelum ajalnya tiba, ia memohon syafaat kepada-Ku atas tiga perkara. Apabila seluruh makhluk-Ku yang berdosa memintanya kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya. Bagaimana mungkin Aku tidak iba terhadapnya sedangkan dia sudah sangat memohon. Sementara Aku merupakan Dzat Yang Maha Penyayang?”

Mengetahui firman ini, Nabi Musa as. penasaran soal tiga perkara yang membuat mayat itu mendapat belas kasih Allah Swt. menjelang ajalnya. Sang nabi pun menanyakan ketiga hal tersebut. 

“Apa ketiga perkara itu, wahai Tuhanku?” tanyanya.

Allah Swt. menjawab ketiga perkara tersebut dengan rinci.

“Pertama,” jawab-Nya kepada Musa as. “Ketika maut hendak menjemputnya, orang itu (si pendosa) berkata, ‘Wahai, Tuhanku. Engkau pasti sangat mengetahui tentang diriku. Aku suka melakukan berbagai macam kemaksiatan, namun sebenarnya aku sangat membenci kemaksiatan itu di dalam hatiku. Ada tiga hal yang membuatku seperti itu, yaitu hawa nafsu, teman yang buruk, dan iblis—la’natullah ‘alaih (laknat Allah tetap padanya). Ketiga hal inilah yang membuatku terjerumus ke dalam kemaksiatan. Sungguh, Engkau lebih mengetahui apa yang aku katakan, maka ampunilah aku.’”

“Kedua, ia (si pendosa) berkata, ‘Wahai, Tuhanku. Engkau pasti tahu aku sudah melakukan berbagai macam kemaksiatan dan bergaul dengan orang-orang fasik. Akan tetapi, sebenarnya aku menyukai persahabatan dengan orang-orang saleh serta kezuhudannya. Sungguh, aku juga lebih suka bread di tengah-tengah mereka daripada di lingkaran orang fasik.”

“Ketiga, dia (si pendosa) mengatakan, ‘Wahai, Tuhanku. Sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa diriku lebih menyukai orang-orang saleh dibanding orang fasik. Andakan saja seorang saleh dan orang fasik mendatangiku secara bersamaan, niscaya aku lebih mengutamakan kepentingan orang saleh itu daripada keperluan si fasik.”

Dalam sebuah riwayat yang dituturkan Wahb bin Munabbih, si pendosa itu melirih dan berdoa dengan meminta belas kasih Allah Swt.

“Wahai, Tuhanku,” lanjut si pendosa itu. “Jika Engkau memaafkan dan mengampuni dosa-dosaku, niscaya para kekasih dan nabi-Mu tentu akan bergembira. Sementara para setan, sebagai musuhku dan musuh-Mu, pasti akan merasakan sedih.” 

“Namun, apabila Engkau menyiksaku karena dosa-dosaku,” tegasnya. “Pasti para setan dan pengikutnya akan bergembira. Sementara para nabi dan kekasih-Mu akan berduka cita. Aku tahu, kegembiraan para nabi dan kekasih-Mu lebih Engkau suka daripada kegembiraan para setan dan seluruh pengikutnya. Karena itu, wahai Tuhanku, ampunilah aku. Wahai, Tuhanku. Sungguh, Engkau lebih mengetahui apa yang telah kukatakan, maka kasihilah dan ampunilah aku.”

Setelah memberitahu yang terjadi sebelum ajal menjemput si mayat itu, Allah memerintah Musa as. menyalatkan jenazahnya dan menghadiri pemakamannya.

“Aku mengasihinya, mengampuninya, dan memaafkan dosa-dosanya,” lanjut Allah Swt. “Karena, sesungguhnya Aku merupakan Dzat Yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang, terutama kepada seseorang yang mengakui dosa-dosanya. Sehingga, Aku pun mengampuninya dan memaafkan dosa-dosanya.”

“Wahai, Musa. Lakukanlah yang telah Kuperintahkan padamu. Sungguh, karena kemuliaan orang ini, Aku akan mengampuni siapa pun yang menyalati jenazahnya dan menghadiri pemakamannya,” kata Allah Swt. kepada Nabi Musa as.***

(Muhammad bin Abu Bakar al-Ushfuri, Mawaizh Ushfuriyah)

Posting Komentar untuk " Menjelang Ajal, Seorang Pendosa di Zaman Nabi Musa Menjadi Kekasih Allah "