Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kupas Tuntas Imam Sibawaih Pakar Nahwu Dari Bashrah

            MENGENAL IMAM SIBAWAIH SANG PAKAR NAHWU DARI BASHRAH




Biografi Imam Sibawaih (137-177 H)



        NGAJISALAFY.COM-Imam Sibawaih merupakan salah satu ulama genenrasi
kelima dari kalangan Mazhab Bashrah. Nama lengkap dari beliau adalah Abu Basyar
‘Amr bin Utsman bin Qanbar.
Adapun nama Sibawaih (
سِيْبَوَيْه) itu sendiri merupakan
julukan yang diambil dari bahasa persia yang terdiri dari dua kata, pertama (
سِيْب) yang
memiliki makna
تُفَّاح (nama buah apel) dan kedua (بَوَيْه) bermakna رَائِحَة (wangi) jadi apabila digabung menjadi Sibawaih (رَائِحَةُ التُّفَّاح) adalah
wanginya buah apel. Dalam riwayat lain mengatakan alasan beliau dijuluki Sibawaih
dikarenakan kedua pipinya yang mirip dengan buah apel.



Ayahnya beliau bernama عثمان
(‘Utsman) dan kakeknya bernama
قنبر
(Qanbar), mengenai kapan lahirnya beliau nyaris tidak ditemukan disisi para
ahli sejarah karena sangat minimnya rujukan dan refrensi. Akan tetapi ada
beberapa ahli sejarah menyebutkan bahwa beliau diperkirakan lahir pada tahun 137
H di Ahwaz (Persia), dan ada juga yang menyebutkan bahwa beliau lahir disebuah
kampung Syiraz yang bernama Baidho’ (Persia). Beliau meninggal pada usia muda
yakni pada tahun 177 H. Kurang lebih 40 tahun.



Diriwayatkan pula Al-Baidho’ yang merupakan tempat beliau lahir itu termasuk salah satu kampung
terpopuler di Negeri Persia kala itu
. Walaupun ia lahir di Persia, namun imam Sibawaih tumbuh dan
besar di Bashra (Iraq).



Disamping itu imam Sibawaih juga merupakan sosok
seorang pemuda yang memiliki kealiman dalam  bidang ilmu Nahwu. Selain itu, ia juga seorang pemuda yang dikaruniai ketampanan
dan keelokan peragainya, hingga saking tampanya imam al-Khalil (guru imam
Sibawaih) ketika menemuinya tak pernah memandang wajahnya, terkadang hanya
dengan memalingkan muka, membelakangi, dan 
menyembunyikan muka dibalik bajunya.



Perjalan imam Sibawaih dalam menuntut ilmu



Pada zaman itu telah muncul
peradaban Islam diantaranya di kota Hijaz, Bashrah dan Kuffah. Imam Sibawaih
memilih kota Bashrah dalam pijakannya, karena lebih dekat jaraknya dari kota
Kuffah.



Para ahli sejarah telah banyak
meriwayatkan, bahwasanya Imam Sibawaih pada mulanya tidak belajar Ilmu Nahwu,
tetapi beliau menekuni Fiqh dan Sejarah, yakni Hadits dan Sejarah Peperangan.
Diantaranya Nashr bin ‘Ali telah berkata: “bahwasanya pada suatu hari, Imam
Sibawaih menerima diktean dari gurunya Imam Hammad bin Salmah yang berbunyi:



قَالَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ مِنْ أَصْحَابِي إِلاَّ مَنْ لَوْ شِئْتَ لَأَخَذْتَ عَلَيْهِ
لَيْسَ أَبَا الدَّرْدَاءِ
 



Imam Sibawaih langsung menegur
atau menyanggah gurunya sambil berkata :



لَيْسَ أَبُوْ الدَّرْدَاءِ beliau menganggap bahwa lafadz Abu Darda’
adalah isim laisa. Sang guru pun langsung menanggapi dan berkata :“Kamu salah
besar wahai Sibawaih, bukan itu yang saya maksud, tetapi lafadz laisa disini
adalah istitsna!”
. Lalu imam Sibawaih langsung berkata: “Sungguh aku akan
mencari dan mempelajari  sebuah ilmu
tentang itu, yang denganya aku tidak akan disalahkan lagi”.
Pada Akhirnya
Imam Sibawaih pun mencari dan mempelajari ilmu yang berkaitan dengan bahasa
Arab (nahwu sorrof) hingga menjadi seseorang yang mahir dan ahli dibidang ilmu
tersebut.



Ada juga kisah lain meyebutkan,
bahwasanya suatu ketika, Imam Sibawaih sedang menulis suatu hadits Nabi bersama
para jama’ah lainnya yang didikte oleh Imam Hammad bin salamah mengenai kisah
shafa yang berbunyi :



صَعَدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اّلصَّفَا
(Rasulullah
SAW telah turun ditanah Shafa). Lalu imam Sibawaih langsung
menyanggahnya dan berkata
اَلصَّفَاءَ. Maka Imam
Hammad langsung menanggapi: “Wahai Sibawaih, janganlah engkau katakan
“Ash-Shafa’a” karena kalimat tersebut merupakan isim maqshur”.
Ketika
pengajian telah usai, imam Sibawaih langsung memecahkan penanya, sembari
berkata: “Aku tidak akan menulis suatu ilmu hingga aku telah mematangkan
dahulu dalam bidang Bahasa Arab (nahwu sorrof).”



Dari dua kisah inilah yang membuat
Imam Sibawaih sangat tekun dan serius dalam mempelajari atau memperdalami ilmu
nahwu dan akhirnya ia menjadi pakar ilmu nahwu yang terkenal.



Guru-Guru Imam Sibawaih



Adapun guru-guru imam Sibawaih
sebagai berikut :

  • Hammad bin Salamah bin Dinar al-Basri (ahli ilmu hadist)
  • Isa bin ‘Amr al-Saqafy al-Bashri (ahli nahwu, sorrof dan
    qira’ah)
  • al-Akhfasy al-Kabir ahli bahasa arab)
  • Yunus bin Habib al-Bashri (ahli qira’ah)
  • Harun bin Musa al-Bashri (ahli qira’ah)
  • Abu ‘Amr al-Ala’ (ahli qira’ah) dan
  • Imam al-Khalil bin Ahmad al-Tamim al-Farahidi (ahli
    bahasa arab dan nahwu yang terkenal di Bashra)


Kepada
al-Khalil-lah imam Sibawaih paling lama menekuni dan serius belajar bahasa
Arab. Oleh karena itu imam Sibawaih bisa dikatakan bahwa ia telah diwarisi
semua ilmu gurunya ini (al-Khalil) terutama dalam bidang ilmu Nahwu dan Sorrof.



Murid-Murid Imam Sibawaih



Murid imam Sibawaih tidaklah banyak,
dikarenakan masa hidupnya yang sangat singkat. Diantara murid murid beliau yang
terkenal ialah :

  •  Abul Hasan al-Akhfasy
  • Qutrub



Nama “Qutrub” adalah julukan yang
diberikan oleh imam Sibawaih karena dia sering menuggui imam Sibawaih didepan pintu
rumahnya pada saat malam hari, sehingga ketika imam Sibawaih bagun pagi Qutrub
sudah ada di depan pintu rumahnya. “Qutrub” ialah binatang yang selalu bergerak
(kecoa).



Masa Sulit Imam Sibawaih



Didalam kita Hasyiyah Ibn Hamdun
disebutkan, bahwasanya Imam Sibawaih pernah merasakan masa yang sulit dalam
hidupnya, dimana ia pernah menikah dengan seorang wanita Bashrah. Meskipun
wanita itu sangat mencintainya sayangya, beliau justru sibuk sendiri menulis
kitab dan menekuni ilmu. akhirnya Sang istri pun merasa cemburu dengan
kitab-kitab itu dan merasa jengkel karena nyaris tidak pernah ada waktu untuk
mereka bermesraan.



Hingga suatu ketika,
Sang istri mengatur siasat ia menunggu kepergian Sibawaih ke pasar untuk
membeli beberapa kebutuhannya. Saat sibawaihi pergi ke pasar, sang istri
menyalakan bara api dengan balok kayu yang ia ambil dari dapur. Ia pun membakar
seluruh kitab hasil karya Sibawaih. Dalam sekejap, api itu membakar ludes
semua kitab yang selama bertahun-tahun ditulis oleh Sibawaih. Tak lama setelah
pembakaran itu, Sibawaihi tiba di rumahya. Alangka terkejutya ia melihat  tempat kerjanya menjadi hitam terbakar dan
kitab-kitabnya berubah menjadi abu yang berterbangan.



Dalam riwayat ini diterangkan, bahwa setelah kejadian pembakaran itu, imam
Sibawaih langsug menceraikan Istrinya. kemudian beliau kembali berkarya dengan menulis kembali yang ia ingat. Menurut pendapat sebagai ulama' diantara kitab yang telah dibakar itu, terdapat kitab besar yang
berisi teori-teori atau kaidah-kaidah bahasa yang Sibawaih dapatkan saat berguru kepada al-Khalil
Ibn Ahmad al-Farahidi.



Perdebatan Imam Sibawaih



Dikisahkan oleh Ibnu Hisyam dalam karya-Nya Kitab Mughni, bahwa imam
Sibawaih ketika telah mencapai titik kesempurnaan dalam ilmu Nahwu, ia pernah diundang
ke Baghdad untuk melakukan debat terbuka. Ternyata debat tersebut telah
dirancang dengan sedimikian rupa untuk menjatuhkan imam Sibawaih (sang pakar
nahwu dari bashrah). Singkat cerita dihadapan para pakar bahasa dan audien,
imam Sibawaih kalah berdebat dengan imam al-Kisa’i (sang pakar nahwu dari
kuffah). Imam al-Kisa’i memberikan soal yang 
kepada imam Sibawaih kamudian yang menjadi “dewa hakim/penentu” ialah
Supporter al-Kisa’i itu sendiri. Akhirnya jawaban imam Sibawaih dinyatakan salah
meskipun dibelakang para pakar Nahwu menganggap imam Sibawaih yang paling benar.
Konon, setelah kejadian ini imam Sibawaih merasa sangat terpukul dan membuat ia
sakit dan akhirnya ia meninggal di usia muda.



Karya Imam Sibawaih



Imam sibawaih hanya meninggalkan
sebuah kitab besar yang berjudul Al-Kitab yang didalamnya memuat
kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa Arab. Kitab ini merupakan salah satu
khazanah ilmu Kaidah bahasa Arab yang tidak ada tandinganya, oleh karena itu
kitab ini masih dipelajari sampai sekarang oleh penuntut ilmu bahasa Arab.



Al-Kitab ini dikarang oleh imam
Sibawaih ketika adanya percampuran antara bangsa Arab dengan non-Arab yang
sudah lama berlangsung. Percampuran ini sangatlah berpengaruh terhadap bangsa
arab baik budaya, pendidikan, bahasa dan lain lain sebagainya.



Pada saat itu pula bahasa Arab masih
baru berkembang, kaidah-kaidahnya belum tersusun sempurna. Sementara dalam
bidang bahasa pada saat itu orang-orang hanya merujuk kepada riwayat,
pendengaran dan kebiasaan tutur kata orang Arab. Akibatnya sering sekali
terjadi kekeliruan dalam mengungkapkan sesuatu, berbicara atau bacaan termasuk
bacaan Al-Qur’an atau Al-Hadist.



Dari sinilah munculnya al-Kitab
karya imam Sibawaih yang mampu memberikan tanda-tanda baru terhadap bahasa Arab
sehingga orang-orang terhindar dari kekeliruan atau kesalahan.



Saking berharganya nilai karya
tersebut, banyak sekali ulama ahli nahwu sesudah beliau, itu berpedoman dan
merujuk kepada al-Kitab. Bahkan, pada masa generasi berikutnya banyak
para ahli Nahwu yang menyusun kitab dengan tujuan memudahkan para penuntut ilmu
untuk memahami karya beliau. Imam Sibawaih juga dijuluki sebagai “Imam Min
A’mmah an-Nuhat”
(pemimpin dalam ilmu nahwu).

Penulis  : Ruspandi S.H

Posting Komentar untuk "Kupas Tuntas Imam Sibawaih Pakar Nahwu Dari Bashrah"