Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Imam Al-Kisa'i Pakar Nahwu Dari Kuffah

Imam
Al-Kisa’i Sang Pakar
Nahwu dari Kufah



Biografi
Al-Kisa’i



Nama lengkap dari beliau adalah Abu Hasan Ali ibn Hamzah, yang berasal dari kebangsaan Persia. Sedangkan nama al-Kisa’i merupakan
julukan yang diberikan kepadanya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa julukan
tersebut diperoleh karena beliau pernah menghadiri sebuah Majlis Hamzah ibn
Habib az-Ziyat dengan memakai baju (
كساء)
hitam yang mahal.
Ketikan diabsen, sang guru menanyakan ketidak
hadiranya kepada hadirin: “Apa yang telah dilakukan oleh Si pemakai baju
bagus?. Pada saat itu, beliau lebih akrab dikenal dengan panggilan al-Kisa’i”.
Ia lahir di kuffah, pada tahun 119 H dan wafat pada 189 H.



Perjalanan Pendidikanya



Al-Kisa’I adalah seorang ulama’
no-Arab (a’jamiy). Selain itu ia juga merupakan salah satu ulama’ ahli qiraat
sab’ah dan imam besar dalam bidang bahasa Arab di Kuffah. Ia belajar kepada
Yunus yang merupakan salah seorang ulama Bashra. Setelah itu ia berkunjung ke
pedalaman-pedalaman Najd, Hijaz dan Tihama dan mencatat semua bahasa Arab yang telah
ia tangkap dari orang-orang badwi dengan menghabiskan 15 botol kecil tinta.
Dirasa telah cukup akhirnya ia memutuskan kembali ke Bashrah dan menemukan Imam
Kholil telah meninggal. Disana ia hanya menemukan Yunus dan terjadi diskusi di
antara keduanya, singkat cerita pada akhirnya Yunus mengakui keilmuan al-Kisa’I
dan menempatkan sejajar dengan dirinya.



Kemudian al-kisa’i pindah ke kota
Bagdad, disana ia tinggal disebuat istana al-Rasyid sambil mengajar kedua putra
mahkota yakni al-Amin dan al-Ma’mun, ia mendapatkan kedudukan terhormat dan
harta benda. Ketika al-Rasyid melakukan perjalanan ia selalu ditemani oleh
al-Kisa’i dan Muhammad bin Hasan al-Syaibaniy, maka ketika keduanya wafat
al-Rasyid berkata : “aku telah mengubur Nahwu dan Fiqih dalam suatu hari”.



Al-Kisa’i belajar gramatika bahsa
arab tidak hanya pada al-Kholil namun ia juga belajar kepada al-Ruasy dan
beberapa Gramatikus yang lain. Kepakaranya dalam bidang ini sudah tidak bisa
diragukan lagi, kita telah mengenal beliau sebagai ulama bahasa dari kuffah
yang alim allamah, bagi beliau ilmu Nahwu bukan lagi sebagai alat bantu untuk
sekedar memahami dan menjaga kemurnian bahasa Arab saja tapi sebagai sumber
dari segala ilmu.



Al-Kisa’I menyatakan dalam sebuah
Maqalahnya :



مَنْ تَبَرَّحَ عِلْمًا وَاحِدًا تَبَرَّحَ جَمِيْعَ
الْعُلُوْمِ "يَعْنِي عِلْمَ الْأَلَةِ"



Artinya : “Barang siapa yang mumpuni dalam suatu bidang ilmu maka, ia
akan mumpuni pula semua ilmu yang lain”



Prinsip inilah yang ditanamkan oleh al-Kisa’i kepada murid-muridnya, bahkan
saking seringya mengkampanyekan maqolah ini, Abu Yusuf (pakar fiqih) dibuatnya
menjadi penasaran, hingga pada akhirnya terjadi suatu perdebatan antara
keduanya.



Perdebatan Pakar Fiqih Melawan Pakar Nahwu



Pada suatu kesempatan, al-Kisa’i bertemu dengan Abu Yusuf yang berniat
untuk menanyakan masalah Fiqih yang cukup rumit dengan tujuan menguji akan
kebenaran maqolah al-Kisa’i. Hingga terjadi percakapan diantara keduanya :



Abu Yusuf : “selamat datang wahai imam Kisa'i, imam
orang Kufah. Aku sering mendengar maqolahmu, yang menurutmu dengan menguasi
satu disiplin ilmu, berarti juga menguasai ilmu-ilmu yang lain, aku ingin tahu
apakah engkau juga menguasai fiqih?



al-Kisa’i :“silahkan bertanya apa saja tentag Fiqih, bukankah engkau dikenal sebagai
Imamnya Fuqoha’?”
sahut al-Kisa’I dengan enteng.



Abu Yusuf  : “Begini
pertanyaanku” jika seseorang lupa melakukan sujud syahwi sampai tiga kali,
apakah masih disunnahkan sujud syahwi lagi ?



Al-Kisa’i menjawab : “menurutku tidak ! karena menurut kaidah Nahwu
:
اَلْمُصَغَّرُ لاَيُصَغَّرُ (sesuatu yang sudah ditasghir
tidak boleh ditasghir lagi) seperti lafadz
دِرْهَمٌ
ketika ditasghir menjadi
دُرَيْهِمٌ dengan menambah ya’ setelah
huruf ra’, maka tidak boleh ditasghir lagi dengan menambah ya’ yang lain”.



Akhirnya imam Abu Yusuf dibuat
kagum dengan jawaban Imam Kisa’I, sungguh tepat jawabanya dan tidak menyimpang
dari rumuan-rumusan Fuqoha’ kealiman al-Kisa’I telah terbukti tetapi bukan
berarti hanya sebatas itu khasanah yang ia miliki. Selain ilmu alat (nahwu
sorrof) Imam Kisa’i juga menguasai ilmu bacaan al-qur’an bahkan ia termasuk
salah satu imam qira'ah sab’ah.



Peran al-Kisa’I Dalam
Mendirikan Mazhab Kufah



Keseriusan dalam mempelajari ilmu
Nahwu dan kemudian menuliskanya. Ketika al-Kisa’i bermukim di Bagdad, al-Kisa’i
konsen terhadap perkataan bangsa Arab kota, yang tidak mungkin mengandung kesalahan dalam pelafalan yang didengarnya. Al-Kisa’i tidak puas
dari sinilah berawal lahirnya dua Mazhab: antara Kufah dan Bashrah, perdebatan
antara Sibawaih dan al-Kisa’i yang dikenal dengan mas’alah az-Zanburiyah.
Perbedaan ini dimenangkan oleh al-Kisa’i dan momen ini menjadi tonggak
stabilitas madzhab Kufah. Namun demikian, setelah wafatnya Imam Sibawaihi,
al-Kisa’i pun membaca kitab Sibawaihi (al-Kitab) meskipun dengan cara sembunyi
sembunyi.



Karya al-Kisa’i



Karya Imam al-Kisa’i menurut
pendapat Syekh Abdul Fattah al-Qadhi, karya-karya ini hanya namanya saja yang
dikenal namun sampai saat ini tidak pernah ditemukan bentuk wujudnya, Salah
satu karyanya adalah: kitab al-Nahwi, kitab al-Qira’at, kitab Ma’ani Al-Qur’an,
kitab al-Nawadir, kitab al-Haja’, kitab al-Mashadir, kitab Maqtu’ Al-Qur’an wa
Maushuluhu, kitab al-Huruf, kitab Asy’ar”.



 



 



 



 



 

4 komentar untuk "Mengenal Imam Al-Kisa'i Pakar Nahwu Dari Kuffah"

Anda Mendapatkan Manfaat Dari Informasi Ngaji Salafy? berkomentarlah dengan baik dan tidak menaruh link aktif.

Hormat Kami
Admin Ngaji Salafy